Rektor IIQ Jakarta Tradisikan Tadarus a-Qur’an dengan Qira’at Tujuh

JAKARTA – 28/05/2012, Rektor Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Dr. KH,Ahsin Sakho Muhammad MA, ditemui di kantornya, menceritakan tentang kegiatan Tadarus Qira’at Tujuh yang digagas dan dilaksanakannya. “Tadarus al-Qur’an dengan Qira’at Tujuh ini dilakukan untuk dua kelompok yang berbeda, pertama untuk orang umum pecinta baca al-Qur’an dan kedua, untuk para kader”.

Lebih jauh beliau menjelaskan, bahwa untuk orang umum, kegiatan tadarus dengan Qira’at Tujuh dilaksanakan di Pesantren Dar al-Qur’an Arjawinangun Cirebon, diikuti oleh dua puluh orang peserta tetap. Ini dilaksanakan setiap hari minggu, dengan dibawah pantauan dan bimbingan langsung Dr. Ahsin. “Syarat ikut menjadi peserta cukup mudah, tidak mesti hafal al-Qur’an, asal baca’an al-Qur’annya sudah bagus (tartil), dan mau istiqamah mengikuti tadarus. Sebagai bekal para peserta untuk bisa memahami Qira’at Tujuh, maka setiap peserta wajib membaca dan memahami isi satu kitab al-Budûr al-Zahirah fi Qira’at al-‘Asyrah al-Mutawâtirah karya Sirajuddin Umar bin Qasim al-Anshori. Dengan membaca kitab ini, dan membaca (bertadarus) al-Qur’an  secara bergantian dengan dengan bimbingan ketat, insya Allah para peserta dengan mudah mengerti bacaan Qira’at Tujuh, tutur Ahsin.

Tujuan tadarus qira’at tujuh untuk orang umum ini adalah untuk dua hal. Pertama, untuk mensosialisasikan model bacaan al-Qur’an dengan Qira’at Tujuh kepada masyarakat luas. Dan; Kedua, untuk menghilangkan kesan bahwa belajar dan mempraktekkan Qira’at Tujuh itu mudah.

“Kegiatan tadarus ini sudah menamatkan beberapa qira’at, yang sudah adalah qira’at Imam Nâfi’ riwayat Qâlûn dan riwayat Warsy. Juga qira’at Imam Hamzah, baik riwayat Khalaf maupun Khalaf. Qira’at Abu Amr, baik riwayat Duri, maupun riwayat Susi. Sementara beberapa qira’at lain belum sempat dan akan segera dipraktekkan, seperti qira’at Ibnu Amir dan lainnya”, jelas Ahsin panjang lebar.

Sementara untuk para kader ilmu qira’at, para peserta diwajibkan hafal al-Qur’an dan telah mampu membaca al-Qur’an dengan tartil yang optimal. Sudah sejak lama ini dilaksanakan oleh IIQ Jakarta dengan mengintensifkan pengetahuan dan praktek mengenai qira’at tujuh. Dalam hal ini ada pembinaan khusus untuk para pengajar atau orang yang disiapkan untuk mengajar ilmu qira’at, kata Ahsin lagi, dengan penuh semangat. Adapun tujuannya adalah agar ada para ahli ilmu qira’at yang mumpuni. “Ini penting, karena memang selama ini, Ilmu Qira’at masih lambat perkembangannya di Indonesia”, tegasnya lagi. (AM)