Kabid Fatwa MUI Prof. Huzaemah Tidak Setuju Sholat Jumat Terapkan Sistem Ganjil-Genap
KETUA Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Huzaemah Tahido Yanggo tidak menyetujui anjuran Dewan Masjid Indonesia (DMI) agar pelaksanaan Sholat Jumat di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi ini menerapkan sistem dua gelombang berdasarkan ganjil-genap nomor ponsel.
Ia menegaskan kembali Fatwa MUI Nomor 31 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sholat Jumat dan Jamaah untuk Mencegah Penularan Covid-19. Di dalamnya tertuang aturan seperti perenggangan saf yang diperbolehkan, serta melakukan ta’addud al-jumu’ah (penyelenggaraan Sholat Jumat berbilang), dengan menyelenggarakan Sholat Jumat di tempat lainnya seperti musala, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion jika jamaah tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing.
Huzaemah melanjutkan, di luar itu ada pula peraturan berdasarkan zona wilayah yang dibagi menjadi merah, atau zona dengan jumlah kasus yang banyak; zona kuning dan zona hijau, di mana tidak ada kasus baru.
“Kalau zona merah, menurut pemerintah, itu yang enggak boleh dulu Jumatan. Tetapi kalau seperti ganjil-genap, siapa yang mau cek HP orang? Belum lagi cek suhu badannya di mana? Kan merepotkan, cari kerjaan itu. Yang penting, seperti protokol kesehatan itu. Kalau masih diragukan, ya jarak 1 meter itu lah. Bagi yang tidak dapat tempat bisa dia Sholat Zuhur karena udzur,” tutur Huzaemah, Kamis 18 Juni 2020, dikutip dari BBC News Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Masa Pandemi.
Pelaksanaan ibadah di rumah ibadah, termasuk masjid, di antaranya tetap menjaga jarak, atau physical distancing. Hal itu berdampak langsung pada jumlah jamaah yang tertampung di dalam suatu rumah ibadah.