IIQ Jakarta Selenggarakan Bedah Tafsir dan Ijazah Aurad al-Jaelani
JAKARTA – Rabu, 09/03/2011, Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta bekerjasama dengan Al-Jaelani Center menyelenggarakan Seminar dan Bedah Buku Tafsir al-Jaelani. Hadir sebagai pembedah Dr. Syeikh Fadhil al-Jaelani, editor (muhaqiq) dan Dr. Ahsin Sakho Muhammad, rektor IIQ.
Acara yang berlangsung di Aula IIQ Jakarta ini dihadiri ratusan peserta, yang terdiri dari dari para dosen IIQ, para mahasiswa, beberapa alumni al-Azhar University dan juga beberapa alumni pesantren Lirboyo. Ada juga beberapa mahasiswa pasca UIN Syarif Hidayatullah dan peneliti-peneliti yang konsen dengan Tafsir al-Jaelani. Meski ketika acara di mulai, Pkl. 13.00 WIB, diwarnai mati lampu, tetapi sampai pkl. 15.00, peserta tetap bertahan, diskusi pun tetap hangat.
Di sambutannya sebagai pimpinan IIQ, Ahsin menyatakan bahwa Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani ini adalah sosok ulama yang memiliki pengaruh besar di dunia Islam, khususnya dalam bidang penanaman akhlak mulia dan tashawuf. Karena itu menurutnya mengkaji pemikiran dan tafsir al-Jaelani adalah sesuatu yang penting.
Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa hadirnya Tafsir al-Jaelani adalah sumbangan yang sangat berharga bagi dunia Islam, khususnya kahzanah Tafsir. “Ketika saya belajar menjadi santri dan mahasiswa, saya belum mendengar ada tafsir ini, dan belum mengetahui bahwa Syeikh Abdul Qadir memiliki karya tafsir. Kalau sekarang lalu ada yang meneliti dan hadir dituliskan, ini sungguh sumbangan berharga”, kata Ahsin menambahkan.
Syeikh Fadhil sendiri banyak menjelaskan perjalanannya dalam melacak naskah-naskah manuskrip tafsir al-Jaelani ini di berbagai negara, baik di negara-negara Islam, maupun di Eropa. Beliau menceritakan perjuangan dan suka duka berburu karya-karya al-Jaelani tersebut. “Dari manuskrip-manuskrip itu, kita bisa tahu bahwa sesungguhnya Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani bukan hanya menguasai bidang Tashawuf, tetapi berbagai bidang pengetahuan. Beliau menguasai setidaknya 13 bidang keilmuan dan memiliki ratusan karya, yang sampai sekarang belum banyak diterbitkan. Setelah tafsir al-Jaelani ini, saya kaan terus berusaha menuliskan dan menerbitkan karya-karya Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani yang belum pernah diterbitkan”, kata Syeikh Fadhil dengan penuh semangat.
Ketika seorang peserta, alumni al-Azhar University, peserta Bahtsul Masail Rumah Kitab, yang sedang konsen meneliti Tafsir al-Jaelani ini, Faiq al-Anshori menanyakan tentang otentisitas tafsir ini, dan juga menanyakan metode isyari yang digunakan dalam tafsir ini, Syeikh Fadhil menjawabnya dengan mengatakan; “Jangan ragukan lagi, apa yang diterbitkan sebagai Tafsir al-Jaelani, sungguh atas dasar manuskrip-manuskrip yang saya temukan di berbagai belahan dunia. Jadi atas dasar artefak-artefak yang ada. Dan kalau kit a baca benar-benar tafsir ini, maka orang yang mengenal pemikiran dan pandangan-pandangan Syeikh Abdul Qadir, pasti akan tahu bahwa memang ini tafsir beliau. Beberapa ulama yang saya kirimi tasir al-Jaelani, mengucapkan trimakasih pada saya dan menyatakan dengan terus terang bahwa memang ini tafsir al-Jaelani.”
Tentang metode tafsir al-Isyari yang ada di Tafsir al-Jaelani, Syeikh Fadhil, yang juga cucu ke sekian dari Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani itu mengungkapkan bahwa: “Yah memang tafsir ini tafsir al-Isyari, tetapi bukan hanya itu. Untuk lebih jelasnya silahkan baca saja, jangan sekali, mungkin sampai tiga kali baca, anda akan paham metode Isyari yang digunakan Tafsir al-Jaelani ini”.
Ketika seorang peserta, Ubaidillah Ahmad, seorang ustadz dari Semarang yang membacakan Tafsir ini di hadapan santri-santri di pesantrennya, menanyakan, apakah kitab Manaqib Abdul Qadir al-Jaelani, yang dibaca dan banyak menyebar di Indonesia itu mu’tabar atau tidak? Syeikh Fadhil menjawab: “Apa yang saya tulis mengenai Manaqib Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani, lengkap, bersumber dari banyak Manaqib lainnya, dan lengkap dengan dalil-dalil yang meyakinkan”.
Selain itu, Syeikh Fadhil juga membenarkan adanya karamah Syeikh Abdul Qadir Jaelani. Menurutnya cerita bahwa ada ayam janjtan kukuruyuk seraya mengatakan bahwa La Ilaha Ilallah Muhammadun Rasulullah, Syeikh Abdul Qadir Jaelani Waliyullah, itu benar adanya. “Seorang Nabi memiliki mu’jizat, maka seorang wali atau ulama bisa saja memiliki karamah” tegasnya.
Yang menarik, di akhir acara Bedah Buku ini, Syeikh Fadhil tidak lupa memberi Ijazah Taamah kepada para peserta yang hadir, untuk beberapa karya Syeikh Abdul Qadir Jaelani, baik tafsirnya dan beberapa karya yang berisi aurad (wiridan-wiridan) dan dzikir harian Syeikh Abdul Qadir. Semoga karamah beliau tidak usang oleh waktu dan tak lekang oleh zaman. (AM)