IIQ Jakarta Berpartisipasi dalam Konferensi Media Islam Internasional II
JAKARTA – Senin-Jum’at, 12-16/12/2011, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta berpartisipasi mengikuti Konferensi Media Islam Internasional II (The Second International Conference on Islamic Media / al-Mu’tamar al-Âlam al-Tsâny lil i’lâm al-Islâmy) yang diselenggarakan Desember 2011, atas kerjasama Rabitah al-‘Âlam al-Islamy (Muslim World League) dan Kementerian Agama Republik Indonesia, di The Sultan Hotel, Jakarta.
Tema besar kegiatan ini adalah“New Media and Communication Technology in The Muslim World: Challenge and Opportunity” / “Ta’tsir al-i’lâm al-Jadîd wa Taqniyyatu al-Ittishâlât al-Âlam al-Islâmy al-Tahaddiyât wa al-Fursh”. Kegiatan ini dihadiri 400 (empat ratus) peserta, yang terdiri dari akademisi, peneliti, insan jurnalis, perwakilan kampus dan organisasi massa, LSM-LSM. 130 peserta di antaranya adalah datang dari luar negeri, dari negei-negeri Muslim sedunia.
Konferensi ini menghadirkan 20 pembicara. Dari Indonesia tampil beberapa narasumber, seperti Prof. Dr. Azyumardi Azra MA, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, pakar komunikasi Prof Dr Alwi Dahlan dan jurnalis senior Parni Hadi.
Tujuan penyelenggaraan Mu’tamar ini adalah: (1) Memperkuat kerjasama antar negara Muslim, khususnya dalam bidang media dan tekhnologi komunikasi; (2) Membangun kerjasama antara media-media dan lembaga-lembaga di dunia Islam; (3) Memperkuat dan mempererat kerjasama Rabithah al-Âlam al-Islâmy dan Kementerian Agama RI.
Adapun kepesertaan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta dalam The Second International on Islamic Media didasarkan pada Surat Permohonan Peserta yang disampaikan Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI kepada Rektor IIQ, pada tgl. 02 Desember 2011, dengan Nomor Surat: SJ/B.V/4/HM.01/88/2011.Atas dasar Surat Permintaan Pengiriman Peserta di atas, Rektor IIQ Jakarta, Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA, mendelegasikan Ali Mursyid, M.Ag, dosen dan editor Jurnal IIQ, sebagai peserta dalam The Second International Conference on Islamic Media ini. Dalam hal ini, rektor IIQ Jakarta, mengeluarkan Surat Tugas dengan Nomor Surat: 201.AK.C.5/XII/2011, tertanggal 09 Desember 2011.
Konferensi ini terbagi menjadi lima sessi utama: Sessi Pertama, membahas tentang media di era kontemporer, keberadaan dan pengaruh-pengaruhnya (al-i’lâm fi ‘ashr al-hâli: mukawwanatuhu wa ta’tsîruhu / media in the current era: components and impact). Sessi Kedua, membahas tentang diskursus media Islam (al-khithâb al-i’lâmy al-islâmy / Islamic Media Dicsourse). Sessi Ketiga, membahas tentang kerjasama, kolabrasi dan jejaring antara media di dunia Islam (al-‘amal al-i’lâmy al-islâmy al-musytarak / collaboration and networking of Islamic media in the muslim world). Sessi Keempat, membahas tentang media dan wacana dialog dengan mereka yang memiliki latar belakang berbeda, baik dari segi budaya, agama, sosial, politik maupun ekonomi (al-i’lâm wa al-hiwâr ma’ al-âkhar / media and dialogue with others). Sessi Kelima, membahas tentang solusi-solusi praktis untuk mempromosikan dan mensosialisasikan Media Islam (hulûl ‘amaliyah li tathwîr al-i’lâm al-islâmy / practical solutions for promotion Islamic Media).
Rincian pembahasan dari pembahasan-pembahasan pada lima sessi di atas, dipresentasikan oleh para pakar dan ahli dibidangnya. Adapun makalah-makalah dan bahan-bahan presentasi mereka ini, disertakan dalam laporan ini, disusun sesuai sessi-sessi yang berlangsung dalam konferensi. Di bawah ini kami laporkan jalannya konferensi, dari hari ke hari:
Senin, 12/12/2011, konferensi Media Islam Internasional II dibuka oleh Wakil Presiden RI, Budiono. Hadir dalam kesempatan ini, Menteri Agama, Suryadharma Ali. Wakil Presiden (Wapres) Boediono menyambut positif kehadiran jaringan media sosial di Indonesia yang memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan demokrasi di Indonesia, mengingat jasanya yang meretas berbagai strata dan batas-batas sosial yang ada di masyarakat dan memperkuat peran masyarakat madani.
“Melalui obrolan di media sosial, kini semakin banyak masyarakat kita yang berperan aktif dalam melawan korupsi, menuntut penegakkan hukum, reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang bersih. Dengan demikian, mereka telah mengawal proses demokrasi kita dengan seksama,” kata Wapres saat membuka Konferensi. Menurut Wapres, di tingkat masyarakat, jaringan media sosial telah banyak membantu menumbuhkan kegiatan ekonomi di level mikro seperti bisnis online, memberi kemudahan dalam kegiatan amal, termasuk menemukan calon-calon donor darah dari tipe yang langka bagi mereka yang sangat membutuhkan.
Jaringan media sosial telah berjasa membuka akses untuk dan kepada semua manusia, menciptakan hubungan horisontal yang setara dan memberikan akses kebebasan ekspresi dan komunikasi yang jauh lebih terbuka, termasuk untuk mengkritik pemerintah. “Pemerintah yang tidak bersedia memberikan ruang partisipasi bagi masyarakatnya dan gagal memberi respon yang tepat akan tuntutan itu, akan menemui dirinya digulingkan oleh kekuatan rakyat,” kata Wapres. Konferensi Media Islam Internasional kedua diadakan oleh Kementerian Agama dan Kementerian Komunikasi dan Informasi, sebagai lanjutan atas konferensi pertama yang dilakukan Departemen Agama pada 1980.
Dalam sambutannya, Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan bahwa konferensi diselenggarakan atas kerjasama Rabithah Alam Islami, atau yang juga dikenal dengan nama The Muslim World League, dengan pemerintah Indonesia untuk menjalin kerjasama Islam internasional dalam bidang media dan informasi di era globalisasi.
Menteri Agama mengatakan, arus utama Islam di Indonesia memandang demokrasi sejalan dengan ajaran Islam sehingga bisa saling memperkuat. Umat muslim perlu mengambil peran sebagai pendorong dan pengawal demokrasi, sebagaimana Islam dahulu berperan dalam perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia dan semua bangsa-bangsa muslim di dunia. Diharapkan, umat Islam bisa memanfaatkan teknologi informasi dalam konteks kehidupan beragama dan menjadikannya sarana strategis bagi sinergi Islam dan modernitas, Islam dan demokrasi, Islam dan multikulturalisme, Islam dan penanggulangan kemiskinan dan sebagainya.
Hal yang sama diungkapkan Sekjen Rabithah Alami Islami Syekh Dr. Abdullah bin Abdul Mukhsin Al Turki, yakni agar umat Islam bersemangat meningkatkan kualitas diri di tengah-tengah persaiangan internasional yang sangat kuat. “Dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, umat muslim bisa mempunyai pengaruh dan dapat menyampaikan suaranya kepada dunia,” ujarnya.
Selasa, 13/12/2011, Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring mengimbau media-media Islam untuk selalu bekerjasama. Dengan demikian lebih memberikan manfaat bagi umat Muslim di penjuru dunia. “Pengaruh media dalam perubahan sosial politik sangat luar biasa, seperti perubahan yang terjadi di Mesir dan Lybia,” kata Menkominfo saat menyampaikan paparan pada Konferensi Media Islam Internasional ke-2 di Jakarta, Selasa (13/12).
Menkominfo yang tampil sebagai pembicara kunci pada pembahasan yang bertema “Media di era kekinian, komponen dan pengaruhnya” mengatakan, kerjasama media-media Islam sangat diperlukan. Apalagi seperti kita ketahui sebagian besar negara-negara muslim di dunia masih lemah dalam strategi dan ekonomi.
Menurutnya, media Islam mempunyai peranan untuk meyakinkan pihak lain bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin. “Saya berbesar hati melihat perkembangan syariah Islam di belahan dunia, namun tidak setiap negara menyambut dengan ramah, tidak kooperatif bahkan melakukan pelecehan terhadap umat Muslim, untuk itu media kita dapat meyakinkan mereka,” ujar Menkominfo.
Mengenai peranan media di Indonesia, kata Menkominfo, saat ini juga mengalami perubahan luar biasa. Indonesia disebutkan sebagai pengguna terbesar facebook dan twitter di benua Asia. “Ini memberi perubahan yang fundamental pada politik, perdagangan dan social,” imbuhnya.
Hal senada dikemukakan pakar media Prof Dr Alwi Dahlan, media memberi dampak yang luar biasa bagi perubahan sosial dan politik. Kasus di Philipina pada tahun 2001 yang dikenal dengan sebutan “Revolusi SMS”, membuat 700 ribu demonstran turun ke jalan memenuhi kota Manila, dan berakhir sukses sehingga Presiden Joseph Estrada mengundurkan diri.
Mantan Menteri Penerangan ini mengatakan, revolusi teknologi pertama kali dilakukan oleh Johannes Gutenberg pada tahun 1440 dengan memperbanyak kitab suci. Kemudian diikuti oleh percetakan surat kabar dan majalah yang terus berkembang pesat, dengan munculnya radio dan televisi, serta internet.
Pembicara lainnya, Azmuddin Ibrahim PhD dari Fakultas Komunikasi, Universitas Selangor, Malaysia, berpendapat bahwa teknologi informasi dan media modern tidak saja telah merasuk jauh tidak saja ke ranah rumah tangga, bahkan ke tengah masyrakat luas. Mengutip hasil survey yang dilakukan oleh Institut Budaya dan Media di Amerika Serikat, terungkap bahwa 64 persen warga AS setuju media adalah faktor penting terhadap terjadinya perubahan nilai moral warga.
Bahkan, 73 persen warga AS juga percaya, nilai-nilai moral warga anjlog dalam dua dekade terakhir ini, dan mayoritas mereka menilai media berperan besar bagi terjadinya dekadensi moral. Ia juga menyebutkan pengaruh tayangan TV di Kanada terhadap aksi kekerasan yang ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan jumlah pemirsa TV dalam kelipatan yang hampir sama.
Meningkatnya selera kekerasan di kalangan orang dewasa di kedua negara itu juga tercermin dari larisnya tayangan film-film laga seperti Robocop, Rambo dan Die Hard.
“Warga modern dewasa agaknya sangat haus akan tayangan sensasional dan hal itu hanya dapat terpuaskan dengan menyaksikan adegan-adegan yang sadis dan brutal,” ujarnya.
Konferensi Internasional Media Islam ke-2 yang berlangsung pada 12-16 Desember bertema ?Media Baru dan Teknologi Komunikasi: Tantangan dan Peluang”. Lebih 400 peserta terdiri atas pakar komunikasi, wartawan dan pengamat dari berbagai negara yang mayoritas warganya beragama Islam mengikuti acara tersebut.
Dr. Saud Kateb dari Media King Abdul aziz Univeristy dan Prof. Dr. Azhar Arsyad dari Universitas Islam Negeri Makasaar juga berbicara dalam konferensi tersebut.
Kateb mengatakan media baru bisa jadi seperti “setan” dan Azhar menyatakan media baru juga bisa jadi seperti “malaikat”.
Rabu, 14/12/2011, Parni Hadi, seorang jurnalis senior yang jadi salah seorang pembicara menyatakan bahwa, kerjasama sama media-media Islam tidak cukup hanya bertemu dalam sebuah konferensi. Untuk itu selayaknya diwujudkan dengan membuat sebuah pusat bagi pengembangan media Islam. Demikian dikemukakan Parni Hadi, wartawan senior dari Indonesia saat berbicara pada Konferensi Media Islam Internasional ke-2 di Jakarta, Rabu (14/12).
“Karena itu perlu dibuat sebuah lembaga bagi jurnalis Muslim dengan nama International Islamic Media Development Centre (IIMDC),” kata mantan pimpinan Kantor Berita Antara dan RRI (Radio Republik Indonesia) ini. Keberadaan pusat lembaga pengembangan media Islam internasional, menurut Parni untuk mewujudkan para jurnalis yang bekerja di media massa dengan memiliki karakter yang berpedoman pada sifat Nabi Muhammad SAW atau prophetic journalism.
“Kita mengetahui sifat Nabi yaitu, sidik (benar), amanah (terpecaya), tabligh (menyampaikan) dan fathonah (cerdas),” kata mantan pemimpin redaksi sebuah surat kabar ini. Sebagai indikator dari jurnalistik kenabian ini, lanjut Parni maka media Islam dalam menyampaikan pesan memiliki ciri khas yaitu, kebebasan berbicara, objektif, berpihak pada kebenaran, adil dan fair, kesejahteraan, dan perdamaian global yang mengisyaratkan Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Seperti diketahui, Indonesia telah dua kali menjadi tuan rumah konferensi media Islam internasional. Pada tahun 1980 pertama kali konferensi diselenggarakan di Jakarta dengan resmi dibuka oleh Presiden Soeharto. Saat itu disampaikan sebuah “Deklarasi Jakarta” antara lain akan dibuat sebuah kode etik wartawan Islam.
Menurut Doktor Nasir Abu Ali, salah seorang pembicara yang juga dosen Universitas Abdul Kadir Arab Saudi, media Islam sangat efektif sebagai sarana dakwah. Namun demikian menurut dia media Islam harus memiliki konsep yang jelas. “Apakah sebagai suatu ilmu atau sebatas sarana,” ujarnya.Saat ini media sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama tersebut. “Tentu akan lebih efektif diajarkan sebagai ilmu sendiri,” imbuhnya.
Sementara Dr. Malek Al Ahmed. Profesor dari Universitas King saud Arab Saudi ini sepakat, kedepan, meski saat ini, informasi tentang umat Islam di dunia ditekan dan dipinggirkan, media komukasi Islam harus tetap memperhatikan kode etik kemanusiaan. “baik Media komunikasi yang bersifat general, maupun spesifik oleh kelompok tertentu, kita harus tetap memelihara kehidupan manusia,” harapnya.
Prof. Dr. Hemdi Aboelenen, yang kini mengajar di Universitas Internasional Mesir, menyinggung pentingnya sebuah media yang mandiri, tidak seperti sekarang yang selalu didekte barat. “Kita butuh media komunikasi yang membentuk nilai-nilai jurnalisme Islam, yang mampu memproduksi berita obyektif dan bermanfaat bagi umat,” terangnya.
Pada hari yang sama, di sessi kedua, sessi pkl. 14.00 – 15.00 WIB, Prof. Dr. Ayumardi Azra, salah seorang narasumber yang juga direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menyatakan bahwa media sangat efektif sebagai sarana dakwah, karena itu media Islam harus memberitakan bahwa Islam adalah agama damai, harmonis, dan cinta damai. Jika media Islam tidak bisa melakukan itu, maka hanya menjadi penonton di pentas dunia ini. “Kita memang harus bekerja keras untuk mempromosikan media Islam, bukan hanya di Indoensia namun juga di dunia Islam, ” tegasnya
Menurut Azra, media Islam perlu bekerja sama untuk mewujudkan hal tersebut. Namun dia menyayangkan saat ini media Islam masih dalam posisi yang marjinal. “Orang masih belum tertarik untuk mengakses isu-isu keislaman,” katanya.. Azra sebagai pembicara kunci pada pembahasan bertema . Solusi praktis promosi media Islam` mengatakan, sekarang ini dakwah bisa dilakukan melalui internet, sms (pesan singkat), facebook dan lainnya. “Ini adalah perkembangan baru dalam media komunikasi. Kita bisa menggunakan media baru ini sebagai media dakwah, dan saya kira ini kesempatan yang menguntungkan,” paparnya.
Namun demikian, menurutnya media Islam belum menjadi pusat pemberitaan. “Kita tahu siapa yang mengontrol media dewasa ini ? Kita sebenarnya perlu tindakan praktis untuk membuat internasional TV channel, dan printing media juga tetap penting,” kata Azra.
Hal senada disampaikan Muhammad Gamal Muhammad Arafah, narasumber yang juga pendiri Islam Online dan anggota Asosiasi Jurnalis Mesir, mengatakan, dakwah Islam dewasa ini tidak seperti yang kita bayangkan pada masa lalu. Sekarang konten dakwah telah disampaikan melalui internet. Informasi yang disampaikan terus bergerak dan tidak terbatas.”Mengenai media tradisional sebagai media dakwah juga tetap dikemas dalam bentuk modern, banyak majalah dan koran yang juga dimuat dalam internet,” kata Gamal.
Muhammad Ali Harrath, pimpinan eksekutif Islam Channel, London, dalam presentasinya mengemukakan bahwa media sangat kuat mengontrol kita. Untuk itu kita harus memainkan peran dan menanggapi tantangan yang ada di hadapan kita. “Media yag ada sekarang mendeskriditkan muslim. Kita harus memiliki media yang bisa mengimbanginya,” tandasnya.
“TV yang saya kelola berhasil memproduksi acara yang mendapatkan profit cukup lumayan. Media TV ini berkontenkan acara Islami. Sekarang kita harus percaya bisa melakukan sesuatu yang besar. Kita ini adalah umat terbaik yang disebutkan di dalam Al-Qur’an,” kata Ali Harrath seraya mengusulkan agar forum ini membentuk sekolah media muslim dan pusat latihan untuk jurnalis muslim.
Dr. Abdurrahman al-Shobaily, mantan anggota Ashura Council Saudi Arabiah dalam presentasinya mengungkapkan, sejak muktamar Islam pertama yang diselenggarakan di Jakarta, mungkin hanya beberapa orang yang masih tertinggal di forum ini. Sekarang banyak sekali perubahan yang terjadi sejak forum tersebut, baik dari perkembagan media maupun tekhnologi informasi.
“Hanya satu yang tidak berubah sejak muktamar awal, masyarakat kita masih hidup di bawah bayangan produksi media asing. Hanya sebagai penikmat namun tidak sebagai orang yang memproduksi,” ungkapnya.
Kamis, 15/12/2011, pada sessi pagi, Dr. Zafarul Islam Khan, Ahli Media asal India, dalam presentasinya mengungkapkan bahwa saat ini, bisnis media dunia dikuasai oleh 4 perusahaan besar, yakni Walt Disney, News Corp (milik Rupert Murdoch) Times Warner Corp dan Viacom. Ini tidak baik bagi perkembangan dunia jurnalistik. Tujuan awal jurnalisme untuk kemaslahatan umat, pelan tapi pasti, berbelok arah mengejar keuntungan, menyebarkan beberapa paham, propaganda model, mediatisasi dan lain sebagainya asal India.
Khan menambahkan, kejayaan jurnalisme Barat terjadi, sejak Soviet runtuh. “Yang menyakitkan,” lanjut Khan, Jurnalis Barat menyebarkan pandangan bahwa setiap muslim adalah teroris dan Islam mengajarkan terorisme. Kejadian di Vietnam, Iraq, Pakistan dan kini Iran, adalah contoh riil korban penyesatan jurnalisme Barat. Dan, jika ini dibiarkan, maka, Islam, mau melakukan apa saja, tetap salah di pandangan dunia, jika media-media barat masih melakukan subyektivitas di atas obyektivitas seperti yang sekarang mereka lakukan.
Sementara itu Dr. Sayed Arabi Idid dari Former Rector of Islamic University in Malaysia mengatakan bahwa peran media begitu luar biasa. Bahkan, satu sms saja, bisa berefek dahsyat, seperti jatuhnya pemerintahan Tunisia, yang karena didukung media, mampu berefek pada lengsernya Mubarak, Gaddafy dan lain sebagainya. New Media, kini berkenaan dengan audience yang sebenarnya. Nah, di sinilah, perlunya dunia Islam untuk menginvensi new media-sarana baru, sehingga ke depan, kita bisa mengkontrol content dari media yang ada.
Jika old media hanya satu arah, pembaca disuapi oleh penulis berita, konsep jelas antara pengirim dan penerima, orientasi waktu dan diliput oleh profesional jurnalis, maka new media sangat interaktif, memberdayakan audiens, tidak ada konsep yang jelas antara pemberi dan penerima, tidak berorientasi pada waktu, dan jurnalisnya rakyat sendiri.
Idid menambahi model new media yang kini menjamur seperti facebook, twitter dan lain sebagainya, bisa dimanfaatkan oleh umat Islam untuk bergerak lebih maju dan bahkan lebih bisa memahamkan dunia tentang agama islam dan berbagai hal yang menyangkutnya seperti al-Qur`an, hadits, sejarah peradaban Islam dan lain sebagainya. Selain juga, negara-negara muslim harus segera berbenah untuk lebih memahami dan mampu hidup dengan teknologi, informasi dan komunikasi.
Hal yang sama diungkapkan Rektor UIN Jakarta, Prof Komaruddin Hidayat menambahkan, media baru artinya melibatkan audien baru, yakni para generasi muda. Audiens dari kalangan muda dapat berubah karena media dan mereka juga yang menyebabkan media menjadi terus berubah. Oleh karena itu dikenal istilah keniscayaan adalah ibu dari penemuan. “Kalau kita ingin tetap pertahan maka kita harus terus melakukan dan menemukan sesuatu baru,” terang Komar.
Untuk itu, kata Komar, kita membutuhkan training untuk media dan jurnalis media yang menerapkan nilai-nilai Islam. Kita butuh memahami siapa saja audiens kita. Dan kita butuh lebih kooperatif di antara sesama muslim untuk mengembangkan media Islam. “Jika itu dilakukan, maka kejayaan Islam masa lampau dapat kita bangkitkan kembali, bukan untuk menjajah, karena kita benci penjajahan, melainkan untuk menunjukkan pada dunia, bahwa Islam mampu memimpin dan memberi rahmat bagi seru sekalian alam. Semoga!” lanjut Komar. “Memang sudah saatnya, media Islam menjadi pemain dan penentu kebijakan dan issu dunia. Dunia sudah resah dan bosan dengan propaganda Barat yang bermuka dua dan subyektif,” ucapnya.
Siang harinya, wakil-wakil media dunia Muslim yang menghadiri Konferensi Internasional tentang Media Islam ke-2 di Jakarta, mengeluarkan Deklarasi Jakarta yang berisi tekad untuk menggalang kerja sama dan meningkatkan profesionalisme industri pers dan wartawannya. Prof. Dr. Muhammad Musa dari University of Canterbury, Selandia Baru, membacakan deklarasi yang berisi 21 butir rekomendasi pada akhir konferensi empat hari itu.
Dalam rekomendasi tersebut, para peserta merekomendasikan bahwa konferensi akan diadakan tiap dua tahun dengan kerja sama/dukungan Liga Dunia Muslim (Rabithah Alam Islamy) dan Kementerian Agama RI. Sebuah komite yang terdiri atas para wakil Rabithah dan Kementerian Agama RI akan menindaklanjuti implementasi rekomendasi yang dikeluarkan konferensi itu.
Dunia Muslim juga diserukan agar menggalang solidaritas dan saling pengertian melalui “pooling” atau pertukaran konten dan materi media.
Media di dunia Muslim juga diimbau untuk mengambil peran dan mendukung upaya dialog lintas budaya, agama dan peradaban serta menjembatani dan merancang program untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut serta menginspirasikan metodologi yang telah dilakukan Nabi Muhammad dalam membuka dialog dengan kelompok non-Islam.
Dalam salah satu rekomendasinya, media dunia Muslim juga dihimbau untuk memanfaatkan segenap potensinya guna mewujudkan perdamaian, saling pengertian dan harmoni serta mendukung resolusi damai guna menyelesaikan pertentangan dan konflik, dan program-program kemanusiaan.
Selain itu, diserukan pula upaya-upaya untuk memperbaiki kurikulum dan fasilitas pada institusi pelatihan media dan perguruan tinggi di Dunia Islam sehingga mahasiswa atau peserta pelatihan akan mendapatkan kompetensi pengetahuan teori maupun praktek dalam penguasaan teknologi baru media dalam kerangka Islam.
Perbaikan kurikulum bagi murid sekolah menengah dalam upaya mengembangkan kemampuan generasi muda mengelola dan menguasai informasi yang bermanfaat bagi mereka juga disinggung dalam salah satu rekomendasi selain program pencerahan bagi generasi muda untuk memanfaatkan kehadiran media serta melindungi mereka dari dampak negatifnya.
Terkait dengan perkembangan teknologi informasi dan media sosial, konferensi itu merekomendasikan untuk memanfaatkan sisi positif dari internet dan menyebarkan ajaran Islam dengan pesan damai, cinta, kerja sama dan hidup berdampingan secara rukun.
Selain itu institusi-institusi yang relevan di dunia Muslim didesak mengambil keuntungan dari media baru dengan kehadirannya dan memberikan perhatian pada upaya-upaya mencerahkan kaum muda dan melindunginya dari dampak negatif.
Konferensi itu juga mengeluarkan “Code of Honor” bagi Institusi Media dan Praktisi. Direktur Jenderal untuk Media dan Kebudayaan Rabithah Alam Islamy, Dr. Hassan Al-Ahdaal membacakan “Code of Honor” berisi prinsip-prinsip umum dan tujuan bagi media Islam, kewajiban dan tanggung jawab, tugas orang-orang media.
Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat Ph.D mengatakan “Code of Honor” yang dikeluarkan itu merupakan versi revisi dari dokumen serupa yang dikeluarkan pada konferensi internasional mengenai media Islam ke-1 di Jakarta pada tahun 1980. “Code of Honor ini diharapkan menjadi pedoman dan standar bagi media Islam di berbagai negara,” katanya.
Pada acara penutupan Kamis, 15/12/2011, Menko Kesra Agung Laksono menutup konferensi yang dihadiri 400 peserta dari 28 negara tersebut. Dalam sambutannya, Menko Kesra mengatakan, sudah saatnya umat Islam bersatu dan berbagi pendapat untuk meyakinkan dunia yang masih berpandangan negatif terhadap Islam. “Kampanye-kampanye tidak adil terhadap Islam, harus segera kita luruskan. Kita harus bersatu dalam `tali` Allah, untuk menunjukkan Islam yang sesungguhnya,” terang Menko Kesra.
“Sekarang ini adalah peradaban baru, meski demikian, nilai-nilai dan iman kita, haruslah kita jaga, dan terapkan dalam keluarga kita. Saudaraku, Untuk menyatukan suara umat Islam, Kita harus lebih moderat dan menerima perbedaan. Kita harus menghormati demokrasi dan menjaga harmonisasi diantara kita. Tidak ada alasan untuk tidak berkomunikasi dan berbagi. Hari ini, dunia dikuasai oleh pemilik media. Ini kenyataan yang harus kita akui. Meski demikian, banyak hal yang bisa kita lakukan untuk memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk kehidupan kita,” lanjut menko.
Dalam sambutan penutupannya, Menteri Agama RI Suryadharma Ali mengatakan, pengaruh media begitu besar terhadap dunia. “Minimal, ada tiga hal yang bisa kita lakukan berkenaan dengan media, yakni adanya jaringan dan pertukaran informasi, kita bisa lebih menguatkan identitas kita, serta kita bisa setara dengan umat agama lain” tandas Menag.
Menag juga menyatakan bahwa perkembangan media dan teknologi informasi tidak perlu ditakuti. “Kita harus merespon dengan cerdas kemajuan ini. Hal-hal di sekitar kita, termasuk paradigma kita tentang keagamaan, ekonomi, budaya, sosial dan lain sebagainya, sedikit banyak akan turut serta terpengaruh. Untuk itu, kita harus bergerak cepat.”
“Konferensi ini, telah menghasilkan Piagam Jakarta. Semoga piagam tersebut mampu menjadi jembatan emas bagi kita umat Islam untuk segera melakukan kerja sama dan mampu menjadi momentum kebangkitan dan penguatan media Islam. Secepatnya, kita akan menindaklanjutinya, untuk memperjuangkan kalimah Allah di muka bumi ini. Dan menunjukkan pada dunia, bahwa Islam adalah agama rahmatan lil`alamiin,” lanjut Menag.
Sementara itu, Sekjend Rabithah Alam Islami Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki berjanji, hasil kesepakatan dari konferensi, akan segera di-follow upi. “Riset, ide, atau apapun hal yang telah didiskusikan, akan kami terjemahkan ke berbagai bahasa dunia, agar dapat diterima media-media Islam di dunia dan dapat digunakan sebagai dasar dari perjuangan kita bersama. Ini adalah tanggungjawab besar, tidak hanya pada kami, tapi pada semua media Islam. Issu tentang media harus mendapatkan perhatian yang besar oleh kita, agar ke depan, nilai-nilai Islam, mampu kita ejawantahkan dalam kehidupan nyata. Umat Islam harus mengembalikan kedudukannya di bumi ini,” terang Sekjen Rabithah.
Sekjen juga mengatakan bahwa media mampu mengekspresikan banyak hal dalam kehidupan dan perilaku kita. “Untuk itu, kita harus berjuang semaksimal mungkin untuk li i`laa kalimatillah; berjuang dengan kesungguhan dan ikhlas karena Allah,” lanjut Sekjen. Hadir dalam penutupan tersebut, Menteri Agama Brunei Darussalam, Grand Mufti Serbia dan Perwakilan dari Menkominfo.
Demikianlah laporan ini disusun, sebagai dokumentasi kegiatan kepesertaan IIQ Jakarta dalam The Second International Conference on Islamic Media. Mohon maaf atas segala kekurangan dan trimakasih atas segala perhatian dan kerjasamanya. Semoga bermanfaat. (Ali Mursyid)