Ayang Utriza Yakin Isi Kuliah Umum Semester Genap di IIQ Jakarta, Tegaskan Bahwa Kajian Al-Quran di Barat Bukan Untuk Hancurkan Islam Namun Semata Untuk Ilmu Pengetahuan
Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Pengajaran dan Kajian Al-Qur’an di barat” pada semester genap tahun akademik 2020/2021 dengan menghadirkan seorang narasumber yang luar biasa yaitu Bapak Ayang Utriza Yakin, DEA., Ph. D, beliau adalah seorang Visiting Professor in Arabic and Islamic Studies Ghent University Belgium.
Kuliah Umum tentang Kajian Al-Qur’an di Barat ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan mendasar: Mengapa di Barat orang tertarik belajar Al-Quran? Apa tujuan mereka belajar atau mengkaji Al-Quran, Apakah mereka belajar Al-Quran punya niat jahat untuk menghancurkan atau merusak Islam?
Selain itu, munculnya sebuah fakta yang bertentangan yaitu adanya penolakan pengakuan dari beberapa pihak dari hasil kajian Al-Quran akademisi barat dengan anggapan bawa kajian Al-Quran di Barat cenderung di dasari pada kebencian dan bersifat tendensius. Sementara fakta kedua, bahwa hasil kajian orientalis terhadap Al-Quran saat ini telah menjadi referensi yang tidak terbantahkan di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam di Indonesia. “Kita tidak bisa menemukan satu pun penelitian yang tidak merujuk pada karya-karya akademisi Barat. Dimana disaat yang sama ia di tolak, namun disaat yang sama menjadi pilar-pilar estimologis bagi kajian ilmu Al-Quran di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.” Demikian di ungkap oleh Bapak Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, Lc., MA. sebagai Pemandu Acara Kuliah Umum Semester Genap di IIQ Jakarta pada Sabtu, (27/02/2021).
Kuliah Umum yang dimulai pukul 14.00 WIB ini dipandu langsung oleh direktur Pascasarjana IIQ Jakarta. Dalam sambutannya, beliau juga memperkenalkan sekilas latar belakang pendidikan Bapak Ayang Utriza Yakin. “Riwayat pendidikannya lulus S1 di UIN Jakarta, Mengambil Studi Magister di Cairo di Al-Azhar hanya 1 tahun. Walaupuan kuliah hanya 1 tahun tapi Ilmunya 4 tahun. Beliau melanjutkan studi Magister di Bidang sejarah di Paris. Kemudian meraih gelar PhD dalam bidang sejarah dan filologi di Paris” Ungkapnya.
Terkait dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, Bapak Ayang Utriza selaku narasumber pada kuliah umum ini melanjutkan uraiannya. Beliau mengungkapkan bahwa Kajian Al-Quran di Eropa sangat berkembang luar biasa dan berkali-kali menegaskan bahwa kajian Al-Qur’an di Negara-negara Barat sama sekali tidak ada niat untuk menghancurkan atau merusak Islam.
“Jawabannya adalah sama sekali tidak benar. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa tujuan awal pemikiran orintalis dalam mengkaji Islam dalam rangka untuk menundukkan negara-negara yang mayoritas muslim. Namun itu terjadi pada jaman kolonialisme, sekarang pasca kolonialisme kajian Al-Quran betul-betul ingin dipahami dari dalam.” Pungkasnya.
Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa orang-orang barat betul-betul ingin mengetahui apa itu Islam. Ketika mereka ingin mengetahui Islam maka mereka mempelajari Kitab suci umat Islam. Menurutnya, mereka yang mengkaji Al-Quran adalah anak-anak muda Belgia yang tidak ada kaitannya dengan penjajahan, orientalis, dan masa lalu. Hanya ingin tau apa itu Al-Quran dan mengapa umat Islam meyakini Al-Quran.
“Jadi betul-betul pendekatan pengajaran Al-Quran di Eropa semata-mata adalah ilmu pengetahuan. Sementara pengajaran dan kajian Al-Quran di Timur termasuk di Indonesia adalah mengkaji belajar untuk meyakini” Tegasnya.
Pada kesempatan ini beliau juga menunjukkan bahwa negara-negara UNI EROPA menggelontorkan dana puluhan Milyar dalam rangka mengkaji Al-Quran.
“Kajian dan perkembangan penelitian dan Pendidikan Al-Quran di kampus-kampus Eropa itu luar biasa. Sebagai alumni Syariah yang mendalami ilmu-ilmu fikih itu saya iri. Sekarang tidak ada gelontoran dana terhadap kajian fikih dan hadis. Tetapi terhadap kajian Al-Quran itu sangat luar biasa. Ini berarti tempat yang istimewa di kalangan akademisi di dunia, di barat wa bil khusus di Eropa. Jadi mahasiswi IIQ harus bangga dengan apa yang sekarang sudah di tempuh.” Tutur alumni Al-Azhar ini.
Pada kesempatan ini juga beliau menjelaskan secara rinci terkait dengan bentuk pengajaran, berbagai pendekatan yang dilakukan dalam mengkaji Al-Quran, metodologi, bahasa dan sumber kajian Al-Quran yang menurutnya naskah-naskah Al-Quran banyak terdapat di Eropa,
“Kemudian masalah sumber, kitra di Indonesia hanya mengandalkan sumber-sumber teks berbahasa arab atau hasil kajian Al-Quran yang ditulis bahasa Inggris. Padahal ada sumber-sumber asli yang bisa kita kaji. Tapi lagi-lagi ini membutuhkan kemampuan bahasa, metodologi yang kuat dan dana yang tidak sedikit. Namun yang paling penting dalam kajian Ilmu Al-Quran adalah gagasan atau ide.”
Dengan bersemangat, beliau menyarankan kepada dosen, peneliti dan mahasiswa harus banyak membaca sumber-sumber kajian Al-Quran di Barat. Salah satu rekomendasinya adalah Jurnal Of Qur’anic Studies dan menyarankan kepada mahasiswa IIQ untuk bergabung dalam perhimpunan sarjana Al-Quran dunia. (FP)