Qiraat Nafi Riwayat Qalun Perlu Dikembangkan di Indonesia
Ali Musryid, M.Ag
Dosen Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta
Sebagaimana diketahui dari disiplin ilmu-ilmu Al-Quran (Ulum al-Quran), khususnya ilmu qiraat bahwa pada masa Nabi, para sahabat menerima dan mempelajari qiraat (baca’an Al-Quran dengan berbagai ragamnya) dari Nabi Muhammad saw. Di antara sahabat yang masyhur sebagai ahli qiraat adalah Ubay bin Kaab (20 H), Ibn Masud (32 H), Utsman bin Affan (35 H) Abu al-Darda ( 32 H), Ali b Abi Thalib ( 40 H), Abu Musa al-Asyari ( 44 H), Zayd bin Tsabit ( 45 H) dan lain-lain. Dari merekalah antara lain para ahli qiraat dari kalangan tabiin di berbagai penjuru kota mempelajari serta mendalami qiraat.
Sementara itu, para ahli qiraat di kalangan sahabat dalam mempelajari qiraat al-Quran dari Nabi, ada yang hanya mempelajari dan mendalami satu versi qiraat, ada yang mendalami dua versi qiraat, dan ada pula yang lebih dari itu. Dalam pada itu, mushaf yang dikirim ke berbagai daerah oleh Utsman bin Affan juga beragam disesuaikan dengan versi qiraat yang dianut oleh kebanyakan penduduk di daerah setempat.
Para ahli qiraat dari kalangan sahabat kemudian berpencar dan bertempat tinggal di berbagai daerah. Oleh karena mereka masing-masing memiliki dan menguasai versi qiraat atau beberapa versi qiraat yang berbeda, maka para tabiin yang mempelajari dan mendalami qiraat dari mereka, sudah barang tentu memiliki dan menguasai versi qiraat yang berbeda pula. Demikianlah setelah masa sahabat berlalu, para ahli qiraat dari kalangan tabiin mengajarkan al-Qur’an sesuai dengan versi qiraat yang mereka kuasai dan mereka terima dari para sahabat.
Para sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam dengan membawa qiraat masing-masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga ketika Tabiin mengambil qiraat dari para Sahabat. Demikian halnya dengan Tabiut-Tabiin yang berbeda-beda dalam mengambil qiraat dari para Tabiin.
Ahli-ahli qiraat di kalangan Tabiin juga telah menyebar di berbagai kota. Para Tabi’in ahli qiraat yang tinggal di Madinah antara lain : Ibn al-Musayyab, Urwah, Salim, Umar bin Abdul Aziz, Sulaiman dan Atha (keduanya putra Yasar), Muadz bin Harits yang terkenal dengan Muad al-Qari, Abdurrahman bin Hurmuz al-A raj, Ibn Syihab al-Zuhri, Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam. Yang tinggal di Makkah, yaitu: Ubaid bin Umair, Atha bin Abu Rabah, Tawus, Mujahid, Ikrimah dan Ibn Abu Malikah.
Tabiin yang tinggal di Kufah, ialah: Alqamah, al-Aswad, Maruq, Ubaidah, Amr bin Surahbil, al-Haris bin Qais,Amr bin Maimun, Abu Abdurrahman al-Sulami, Said bin Jabir, al-Nakhai dan al-Sya bi. Sementara Tabiin yang tinggal di Basrah , adalah Abu Aliyah, Abu Raja, Nasr bin Ashim, Yahya bin Ya mar, al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah. Sedangkan Tabi’in yang tinggal di Syam adalah : al-Mugirah bin Abu Syihab al-Makhzumi dan Khalid bin Saad.
Keadaan ini terus berlangsung sehingga muncul para imam qiraat yang termasyhur, yang mengkhususkan diri dalam qiraat – qiraat tertentu dan mengajarkan qiraat mereka masing-masing.
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa pembukuan qiraat. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qiraat adalah Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam yang wafat pada tahun 224 H. Ia menulis kitab yang diberi nama al-Qiraat yang menghimpun qiraat dari 25 orang perawi. Pendapat lain menyatakan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu qiraat adalah Husain bin Usman bin Tsabit al-Baghdadi al-Dharir yang wafat pada tahun 378 H. Dengan demikian mulai saat itu qiraat menjadi ilmu tersendiri dalam Ulum al-Quran.
Menurut Syaban Muhammad Ismail, kedua pendapat itu dapat dikompromikan. Orang yang pertama kali menulis masalah qiraat dalam bentuk prosa adalah al-Qasim bin Salam, dan orang yang pertama kali menulis tentang qiraat sab ah dalam bentuk puisi adalah Husain bin Usman al-Baghdadi.
Pada penghujung Abad ketiga Hijriyah, Ibn Mujahid menyusun Qiraat Tujuh dalam kitabnya Kitab al-Sab ah. Dia hanya memasukkan para imam qiraat yang terkenal tsiqat dan amanah serta panjang pengabdiannya dalam mengajarkan al-Quran. Upaya Ibn Mujahid ini dilatarbelakangi antara lain, oleh suatu kondisi dimana pada saat itu telah berkembang di kalangan muslimin qiraat-qiraat yang tidak shahih akibat semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, serta semakin banyak pula pemeluk agama Islam dari luar kalangan bangsa Arab, saat itulah Qiraat menjadi suatu disiplin ilmu pengetahuan, sebagaimana ilmu-ilmu syariat yang lain.
Ketika itu, dikenal sejumlah ahli qiraat yang secara seksama meneliti dan menyeleksi berbagai qiraat al-Quran yang ada, dan akhirnya mereka menetapkan versi qiraat tertentu yang menurut hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan quraniyyat-nya. Mereka antara lain para imam qiraat tujuh yang qiraat mereka dikenal dengan sebutan qiraah tujuh. Masing-masing versi qiraat dari qiraat tujuh tersebut akhirnya dinisbatkan kepada para imam qiraat yang berjumlah tujuh orang, yaitu : Nafi, Ashim, Hamzah, Ibn Amir, Ibn Kasir, Abu Amr dan al-Kisai. Dengan demikian, terkenalah kemudian apa yang disebut dengan qiraat Nafi, qiraat Ashim, qiraat Hamzah, qiraat Ibn Amir, qiraat Ibn Katsir, qiraat Abu Amr dan qiraat al-Kisai.
Penisbatan qiraat al-Quran kepada para imam qiraah sab ah, ataupun kepada para imam qiraat yang lainnya bukan berarti bahwa qiraat al-Quran tersebut merupakan hasil ijtihad atau ciptaan mereka. Ungkapan seperti, qiraat Nafi, qiraat Ibn Katsir, dan lain-lain hanya menunjukkan bahwa, qiraat yang dinisbatkan kepada mereka itu merupakan hasil penelitian dan seleksi mereka terhadap qiraat yang ada. Kemudian mereka secara rutin dan berkesinambungan mengamalkan, mengajarkan dan melestarikannya.
Para imam qiraat tujuh tersebut mempunyai murid banyak. Namun, dalam dunia qiraat hanya diambil dua orang perawi saja dari masing-masing imam qiraat. Adapun ketujuh imam qiraat, yang masing-masing disertai dengan dua orang perawinya adalah sebagai berikut: (1) Imam Nafi. Qiraat Imam Nafi diriwayatkan oleh Qalun dan Warsy. (2) Imam Ibnu Katsir. Qiraat Imam Ibnu Katsir diriwayatkan oleh Al- Bazzi dan Qanbul. (3) Imam Abu Amr. Bacaanya diriwayatkan oleh al-Duri dan al-Susi. (4) Imam Ibnu Amir. Qiraat Ibnu Amir diriwayatkan oleh Hisyam dan Ibnu Dzakwan. (5) Imam Ashim, qiraatnya diriwayatkan oleh Syubah dan Hafsh. (6) Imam Hamzah, qiraat Imam Hamzah diriwayatkan oleh Khalaf dan Khallad. (7) Imam al-Kisai, qiraatnya diriwayatkan oleh Duri dan Abdul Haris.
Di antara tujuh model qiraah di atas, Qiraah Imam Nafi yang diriwayatkan oleh Qalun penting untuk dikembangkan. Ini karena dalam wacana Ilmu Qiraat Qalun adalah salah satu tokoh penting yang merupakan lulusan terbaik dari Madrasah Qiraat di Hijaz pada masanya. Ia adalah Isa ibn Mina ibn Wardan ibn Isa Ibn Abd Shamad ibn Amr ibn Abdillah al-Madani. Sedangkan Qâlun adalah laqab (julukan) yang diberikan oleh gurunya Imam Nafi, karena bacaannya yang sangat baik sehingga layak diangkat sebagai qari Madinah. Ketekunannya dalam bertalaqqi al-Quran kepada Imam Nafi yang merupakan salah satu guru besar qiraat pada masanya, sangat mengundang kekaguman, karena sempat mengkhatamkan al-Quran beberapa kali selama 20 tahun.
Qira’at Nafi riwayat Qalun adalah salah satu riwayat mutawatir yang tidak perlu diperdebatkan lagi kesahihahnnya. Sebagaimana halnya qiraat Ahsim wirayat Hafs yang banyak tersebar dan masyhur di Indonesia, maka qiraat Nafi riwayat Qalun masyhur di Libya, Tunisia dan Qatar.
Di Indonesia, qiraat Nafi riwayat Qalun dipopulerkan oleh para qari melalui rekaman yang banyak diperdengarkan di masjid-masjid. Pembacaan ayat-ayat al-Quran dalam acara-acara tertentu, dan untuk saat ini dijadikan sebagai salah satu riwayat yang wajib dibaca dalam Musabaqah Tilawatil al-Quran untuk golongan Qira’at al-Quran.
Perbedaan yang signifikan antara riwayat Hafs dan Qalun antara lain terletak pada Hukum Mim Jamak, apabila huruf mad bertemu dengan huruf hamzah yang terletak di lain kalimat dan ha kinayah. Perbedaan juga terdapat pada cara membaca huruf Ha yang jatuh sesudah huruf fa, wawu dan lam. Selain yang sudah disebutkan di atas juga ditemukan perbedaan ragam qiraat pada kalimat-kalimat tertentu yang di dalam Ilmu Qiraat disebut sebagai Farsy al-Huruf. Untuk mendapatkan data yang akurat dan detail tentang Qiraat Nafi Riwayat Qalun, maka penting kiranya dilakukan penelitian dan usaha pengembangan secara khusus tentang bacaan al-Quran dengan riwayat Qalun ini, khususnya di Indonesia. Wallahu a’lam bi al-shawab