Orasi Ilmiah Wisuda 2019: Memperkokoh Dimensi Spiritual-Qurani di Era Revolusi Industri 4.0

Platform Industry 4.0 sebagai salah satu pioneer revolusi industry 4.0 mendefinisikan revolusi industri sebagai “the intelligent networking of machines and processes in industry with the aid of information and communication technology” yaitu penggabungan intellijen antara mesin dan proses di industri dengan memanfaatkan informasi, komunikasi dan teknologi. Periode ini di katakan sebagai periode revolusi industri yang ke empat mengingat apa yang terjadi saat ini merupakan tahapan ke empat dari proses revolusi industri. Tahapan pertama yang terjadi sekitar periode 1760 sehingga 1840 yang ditandai dengan dibangunnya rel-rel kereta api dan penemuan ‘steam engine’ – mesin kereta api berdaya uap. Tahapan kedua meliputi periode menjelang akhir abad 19 dan diawal abad ke 20. Faktor yang memacu revolusi industri di periode ini antara lain dengan ditemukannya listrik dan diperkenalkannya pabrik yang melakukan proses pembuatan kendaraan otomotif oleh henry Ford pada tahun 1913. Dengan menggunakan ‘assembly line’ dalam proses membuat kendaraan bermotor, setiap perkerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan para perkerja cukup berkonsentrasi untuk melakukan satu fungsi tertentu saja. Revolusi industri ketiga bermula pada periode 1960-an dan merupakan dampak dari diperkenalkannya mainframe computers dan pengembangan mesin semikonduktor di tahun 60-an, personal computers di tahun 70 dan 80-an dan internet di tahun 90-an. Adapun Revolusi Industri 4.0 adalah era digitalisasi. Terminologi ini diperkenalkan di Hannover Messe pada tahun 2011 dan merupakan bagian penting dalam hi-tech strategi pemerintah Jerman. Dua tahun setelah itu dibentuklah the Industry Platform 4.0 yang merupakan network sentral untuk kegiatan nasional dan internasional yang bertujuan melakukan transformasi digital di Jerman.[1]

Apabila kita menggunakan data tersebut sebagai acuan, negara kita bukan saja tertinggal jauh bahkan ada kesan seolah-olah kita belum betul-betul memahami maksud dan arah dari revolusi industry 4.0 itu sendiri. Perbedaan yang cukup mencolok dan juga menarik di mana di bumi belahan eropa industri berlomba-lomba untuk memanfaatkan teknologi untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bukan hanya secara virtual namun secara fisikal, di Indonesia seolah-olah med-sos yang menjadi tumpuan dan tidak sedikit golongan yang disibukkan dengan berseliwerannya informasi sehingga perlu menumpukan waktu untuk menangani dampak dari hal-hal negative di alam virtual sementara kehidupan secara fisik kita tertinggal jauh dan kalau pun ada focus-fokus di bidang infrastruktur, pembangunan yang dilakukan masih bersifat pembangunan fisik seolah kita masih berada di era revolusi industri ketiga. Padahal sehingga saat ini sudah hampir dua dekade negara-negara lain berlomba untuk membuat autonomous motor vehicles, mobil, truk, drone, pesawat bahkan kapal yang menggunakan fungsi AI sehingga tidak memerlukan pengemudi. Bukan saja hal tersebut menggantikan fungsi manusia sebagai pengemudi yang dengan demikian menghindari potensi kecelakaan yang disebabkan ‘human error’ kesalahan manusia atau ‘error of judgment’ kesalahan dalam estimasi, ketika ekosistem yang mendukung terbentuk, sistem ini akan memberikan output berupa sistem transportasi yang jauh lebih efektif dan efisien sehingga turut berkontribusi untuk mengurangi polusi udara dan bahkan akan mengurangi total waktu perjalanan dan tingkat kemacetan. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya AI dan interconnection yang kemudian interkonektifitas tersebut dapat secara cepat melakukan pemerataan penggunaan jalan dan alternatifnya – sesuatu yang tidak akan pernah dapat dijangka sekedar berdasarkan estimasi atau tahap berfikir manusia.

Contoh lain, disaat system dan prosedur di Indonesia masih begitu mementingkan formalitas termasuk terpenuhinya persyaratan yang tidak jarang bersifat absurd dan seharusnya sudah dapat dipermudah dengan keberadaan teknologi, di belahan lain dunia perusahaan-perusahaan berlomba membuat 3D printing yang dapat menghasilkan hasil cetakan yang fungsional. Pada waktu bersamaan industri perobatan turut mengambil andil dan berperan dengan menggunakan fungsi 3D printing tersebut untuk melakukan medical implants dan industri pembangkit listrik turut memanfaatkan teknologi serupa untuk membuat wind turbines – pembangkit listrik bertenaga udara.

Tujuan dari revolusi industri 4.0 bukan sekedar memindahkan tempat dan memudahkan kehidupan seseorang dengan tersedianya alternatif atau pilihan dengan menggunakan teknologi internet; lebih jauh diharapkan dalam proses revolusi industry 4.0 ini akan tercipta ekosistem ‘largest digital megatrend’ yang dapat menjembatani dunia fisik kita dan dunia virtual. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa komponen utama yang mendukung visi Industri 4.0 adalah tersedianya ‘smart factory’, ‘smart products’ dan ‘smart services’.[2] Dan kunci yang dapat memastikan keberhasilan semua proses tersebut adalah tersedianya konektifitas yang bukan sekedar menghubungkan semua komponen yang diperlukan namun juga menyediakan sarana yang memberikan fleksibilitas dan ‘value creation’. Sehingga dapat dikatakan “centralization” is the key. Kalau pun ada komponen yang harus dilaksanakan secara decentralized, perlu dipastikan bahwa hal ini hanya dilakukan dalam skala yang kecil dan tetap mempunyai AI yang mempunyai kemampuan untuk membuat keputusan. Sebagai perbandingan, kalau dulu kita menggunakan teknologi untuk membantu meringankan beban kerja manusia atau menggantikan posisi di perkerjaan berat, dalam era revolusi industri 4.0 para mesin ini justru menjadi partner atau mitra manusia dalam melakukan perkerjaan dan masing-masing mempunyai otonomi dan kemampuan yang tidak bergantung atas satu sama lain. Apakah Indonesia menuju ke arah sana? Katanya demikian namun kalau kita melihat kondisi saat ini, rasanya posisi Indonesia masih cukup jauh sebelum kita bias sampai ke sana.

Di dalam siaran Pers yang ditampilkan di website kementrian perindustrian dinyatakan bahwa Pemerintah telah menetapkan 10 langkah prioritas nasional dalam upaya mengimplementasikan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai berikut: (1) perbaikan alur aliran barang dan material; (2) mendesain ulang zona industri; (3) mengakomodasi standar-standar keberlanjutan; (4) memberdayakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM); (5) membangun infrastruktur digital nasional; (6) menarik minat investasi asing; (7) peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM); (8) pembangunan ekosistem inovasi; (9) insentif untuk investasi teknologi; (10) harmonisasi aturan dan kebijakan.[3]

Sepuluh inisiatif yang disebutkan jelas dapat menjadi faktor penunjang untuk menciptakan kesejahteraan di Indonesia. Namun ketika yang menjadi focus adalah pengembangan Indonesia sejalan dengan revolusi industri 4.0 maka akan lebih baik lagi sekiranya inisiatif yang disusun memasukkan rekomendasi langkah nyata yang harus dilaksanakan untuk menciptakan interkonektifitas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan seluruh pelosok tanah air di satu platform yang dapat memfasilitasi trasformasi digital. Perlu turut dipertimbangkan dibangunnya kerjasama antara instansi pemerintah dan pihak industri yang dapat berkolaborasi untuk mengakselerasi proses revolusi industri 4.0 mengingat negara kita jauh tertinggal dibanding negara-negara adidaya. Perlu diidentifikasi dengan jelas untuk kemudian difasilitasi area-area di mana Indonesia mempunyai kesempatan untuk melakukan pola industri revolusi 4.0 dan bukan sekedar menggunakan teknologi sebagai bagian dari proses. Dan seterusnya.

Saat Menteri Perindustrian mengatakan bahwa “Revolusi industri keempat tidak bisa kita hindari”;[4] kita justru perlu menekankan pentingnya mengakselerasi proses memposisikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memainkan peran nyata dalam revolusi keempat ini. Indonesia sebagai negara dengan jumlah populitas penduduk melebihi 263 juta seharusnya dapat memanfaatkan hal tersebut untuk mencipta niche dan very own market yang diperlukan dalam membentuk ekosistem yang diharapkan tercipta dari revolusi industri 4.0. Namun hal tersebut juga merupakan tantangan mengingat implementasi AI dan transformasi digital akan mempunyai dampak di mana penggunaan mesin atau komputer akan menjadi pilihan yang jauh lebih efektif, efisien dan akurat berbanding memperkerjakan manusia.

Lee Kai Fu, salah seorang pioneer di bidang AI memprediksi bahwa dalam jangka waktu 15 tahun AI akan mengantikan fungsi sehingga 40% dari segala jenis perkerjaan dan menyebabkan manusia bukan lagi pilihan utama atau satu-satunya untuk diperkerjakan di bidang tersebut. Hal yang berlaku berulang-ulang termasuk melakukan fungsi tertentu sebagai bagian dari produksi adalah salah satu contoh perkerjaan di mana sudah banyak pekerja-pekerja pabrik digantikan dengan AI. Namun hal ini tidak akan berhenti di situ. Perkerjaan lain yang cukup bergengsi namun sangat bergantung atas kecerdasan dapat dengan mudah digantikan oleh fungsi AI termasuk di bidang akuntansi, jasa kesehatan, pemasaran, jasa hukum, jasa pariwisata dan lain sebagainya. Namun ada hal yang belum dapat digantikan AI yaitu factor emosi. Dan ada satu hal yang mungkin tidak dapat digantikan oleh AI sama sekali yaitu kreatifitas serta sentuhan atas rohani.

Terkait emosi hal ini diakui Lee dimana beliau memberikan contoh mengenai ‘customer service’. Walau pun robot dapat memberikan informasti atau menawarkan Q&A; mengenai jasa atau produk tertentu, consumer masih lebih memilih untuk berbicara dengan orang yang berkerja selaku customer service karena tidak jarang komunikasi yang disampaikan mengandung elemen di mana customer berharap ada yang mendengar keluhan mereka dan memberikan response atas emosi yang tercurah saat menyampaikan keluhan tersebut.

Kreatifitas adalah faktor lain yang tidak dapat dengan mudah digantikan robot atau mesin. Komputer dapat dengan mudah mengambil alih perkerjaan yang bersifat rutin, pengulangan atau hitung-menghitung. Bahkan dapat dikatakan bahwa computer akan dapat melakukan tugas tersebut lebih baik dari manusia yang masih dapat melakukan kesalahan dan mempunyai keterbatasan dalam kemampuannya.

Dengan demikian tidak mustahil apabila dengan terus berjalannya revolusi industri 4.0 dunia pekerjaan secara natural akan menyaring sdm yang kompetitif, memperluas kesempatan kerja di area yang memerlukan interaksi dengan manusia dan/atau mengandung unsur kreatifitas yang dinamis sehingga tidak dapat dengan mudah digantikan oleh AI dan menutup lapangan kerja di bidang-bidang di mana fungsi sdm telah digantikan dengan mesin, robot, computer dan yang sewaktu dengannya. Apa yang dapat kita simpulkan dari hal ini? Bahwa segera hanya IT yang akan menjadi semakin relevant dan bidang lainnya secara perlahan akan diautomated kan, dialihkan pelaksanaan fungsinya dari manusia ke AI.

Ada dua jenis IT yang saya maksudkan dalam konteks tersebut: pertama, IT sebagai singkatan dari Information and Technology yang tentu saja menjadi tulang punggung revolusi industry 4.0 dan IT dalam arti Iman dan Takwa yang tidak kalah pentingnya dan selaku unsur yang memastikan sustainabilitas dalam segala proses kehidupan manusia termasuk di era Revolusi Industri 4.0 ini. Mari kita lihat lebih dekat kedua jenis IT ini dan yang menarik adalah saat kita menelaah secara seksama perkembangan yang terjadi, hal-hal yang dianggap suatu yang baru saat ini, justru menegaskan dan membuktikan kebenaran firman-firman Allah yang diwahyukan melalui junjungan kita Nabi Muhammad (SAW) lebih dari 1400 tahun yang lalu.

Mari kita mulai dengan IT – Information and Technology. Melainkan disertai dengan niat untuk beribadah kepada Allah, untuk menjadi bagian dari tujuan penciptaan manusia untuk menyembah yang Maha Pencipta, teknologi informasi tidak lebih dari hal duniawi. Di dalam al Quran surah Luqman ayat 33 Allah Ta’ala mengingatkan – فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا – “Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdaya kamu.” Kita telah diingatkan bahwa hal-hal duniawi ini tidak ada habisnya dan hanya akan menyibukkan manusia. Mengejar sisi ini hanya akan menghadapkan manusia kepada constant competition – persaingan yang tiada habisnya. Menceburi bidang ini memang menawarkan insentif yang sangat menggiurkan, namun juga mengeskpose pelakunya kepada dua hal: (1) high risk of failure; dan (2) high risk of absurdity. Kita sudah melalui episode di mana negara-negara di dunia berlomba-lomba untuk menguasai dan menjuarai di bidang IT. Silicon valleys bermunculan. Investor dan industri keuangan berlomba-lomba untuk turut mendapat keuntungan dari perusahaan-perusahaan IT. New start-ups yang berubah dari zero menjadi hero dalam hitungan waktu yang cukup singkat. Tidak sedikit juga perusahaan-perusahaan IT yang telah menjadi ‘hero’ kemudian kalah bersaing dengan pendatang baru dan menjadi zero kembali dalam jangka waktu yang tidak kalah singkatnya. Netscape adalah salah satu contoh perusahaan yang suatu saat dulu mendominasi namun akhirnya kalah total kepada Internet Explorer. Friendster yang akhirnya dikalahkan Facebook. Ketika itu begitu banyak yang terlena, melupakan bahwa ‘if something seems too good to be true, it probably is” dan akhirnya tren tersebut membengkak sebelum akhirnya gelembung teknologi informasi atau yang lebih dikenal dengan dot-com bubble ini dot-com atau dot com internet bubbles yang sempat membengkak itu pun meletus dan mengorbankan cukup banyak perusahaan IT termasuk Pets.com, webvan.com dan eToys.com yang menawarkan ide-ide brilian namun sepertinya terlalu dini untuk era tersebut. Kegagalan-kegagalan tersebut membuat pemilik modal dan industri keuangan menjadi lebih berhati-hati namun tentu saja sifat manusia yang rakus dan selalu ingin mengejar keuntungan serta mudah lupa atas pengalaman pahit yang pernah dilalui memposisikan kita kembali ke situasi serupa hanya di area yang berbeda: kalau dulu dot com, sekarang fintech.

Dengan catatan tersebut, apakah berarti menguasai IT dan teknologi terkini masih perlu dilakukan? Tentu saja! Walau pun kompetisi akan terus berlanjut sesuai fitrah kehidupan sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-Hadid ayat 20:

 

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak…” (QS. Al Hadid: 20)

dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَلَوْ كَانَ لِابْنِ آدمَ وَادٍ لَأَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ إِلَيْهِ ثَانٍ، وَلَوْ كَانَ لَهُ وَادِيَانِ لَأَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ إِلَيْهِمَا ثَالِثٌ وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدمَ إِلَّا التُّرَابُ

“Jika seandainya manusia memiliki satu lembah harta, sungguh ia akan berambisi untuk memiliki lembah yang kedua. Dan seandainya ia memiliki dua lembah harta, maka sungguh ia akan berambisi untuk memiliki yang ketiga. Dan tidak ada yang membuat penuh perut manusia (puas) kecuali tanah (mati).” (HR Ahmad dan Ath-Thabrani, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1639)

Apakah berarti IT tidak penting? Bukan demikian. Walau pun manusia diciptakan untuk menyembah Allah, untuk beribadah kepadanya, namun kita diingatkan mengenai pentingnya menjaga keseimbangan kehidupan di dunia sebagaimana firman Allah SWT:

 

وَابْتَغِ فِيمَآءَاتَاكَ اللهُ الدَّارَ اْلأَخِرَةَ ولاَتَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَآأَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”. [al-Qashash: 77]

Namun IT dalam arti Information Technology bukan segalanya. Sudah cukup banyak pribadi-pribadi yang menguasai dan menjadi ahli dalam bidang tersebut. Mari kita focus ke IT yang satunya, yaitu Iman dan Takwa. Betul teknologi dapat dimanfaatkan untuk tujuan dakwah namun robot, IA apa pun itu tidak akan dapat menggantikan keefektifan dakwah yang dilakukan oleh para da’i, murabbi, dan pribadi-pribadi yang mendedikasikan ilmu serta waktunya untuk memperkuat IT – Iman dan Takwa dalam dirinya, keluarganya, golongannya dan bahkan masyarakat luas. Justru saya akan mengatakan bahwa semua hadirin yang berkumpul di sini pada hari ini serta saudara-saudari kita yang turut berjuang dalam peningkatan keimanan dan ketakwaan adalah individu-individu yang cerdas. Karena saat akhirat yang menjadi tumpuan utama kita, maka en sha Allah kita akan mendapat akhirat dan dunia. Hal ini sudah dijamin alquran di mana dalam surat Asy-Syura ayat 20 dinyatakan:

 

مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat.” [Asy-Syûrâ:20]

Tahun ini IIQ genap berusia 42 tahun. Sejak 1 April 1977 sehingga hari ini Kampus Penghafal Al-Quran ini telah melahirkan qari’ah, hafizah dan mufassirah, serta generasi ilmuan, ekonomi dan qurany yang en sha Allah bermanfaat buat Indonesia dan dunia. Masha Allah, izinkan saya menyampaikan rasa hormat dan kagum saya kepada al-Maghfurlah Prof. K.H. Ibrahim Hosen LML. Beberapa tahun terakhir ini negara-negara maju dan instansi keuangan dunia menekankan perlunya ‘inclusivity’ yaitu penyertaan golongan-golongan tertinggal untuk memastikan pemerataan dan peningkatan kesejahteraan. Saat ini forum-forum global dunia telah memberikan pengakuan atas pentingnya memastikan keturutsertaan – inclusion – kaum wanita. Al Maghfurlah Prof K.H. Ibrahim Hosen justru sudah menyadari hal tersebut lebih dari 42 tahun yang lalu. Salah satu untaian hikmah beliau: “Perempuan itu pilar negara. Kalau mau negara berjalan dengan benar, maka perempuan berkualitas harus berperan. Untuk itulah salah satunya kenapa IIQ didirikan.”

Pemerintah mengakui pentingnya pembangunan sumber daya manusia demi menghadapi perubahan zaman yang sangat cepat. Grand design pembangunan sumber daya manusia telah disiapkan dengan target agar bangsa Indonesia mampu bersaing di kancah global era revolusi industri 4.0. Namun sangat disayangkan bahwa penduduk yang berjenis kelamin perempuan yang jumlahnya sudah hampir menyamai total penduduk berkelamin laki-laki[5] tidak diberikan perhatian khusus. Bahkan dari segi target pencapaian, meskipun secara garis besar dinyatakan salah satu fokus pengembangan termasuk ‘anak, perempuan dan pemuda berkualitas’ namun target yang dilaporkan hanya terkait indeks komposit kesejahteraan anak dan indeks pembangunan pemuda. Ada pun perkataan wanita hanya digunakan dalam konteks target kelahiran anak per wanita dan perkataan ibu dikaitkan dengan angka kematian ibu per sekian kelahiran hidup.[6] Bahwa ada kesan pengukuran peningkatan peran wanita hanya difokuskan terkait reproduksi atau kelahiran semakin ditegaskan dengan berbagai pernyataan pemerintah yang dilaporkan di berbagai media termasuk oleh kantor pemberitaan resmi negara.[7] Hal tersebut sangat disayangkan mengingat begitu banyak sisi dari penyertaan dan peran wanita yang perlu menjadi sorotan dan fokus perbaikan, termasuk dari segi pengembangan intelek (IQ), emosi (EQ) dan spiritual/agama (SQ), peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan[8] serta penyelarasan taraf upah dan tingkat pendidikan.[9] Hal tersebut akan lebih bermanfaat dan dapat turut memfasilitasi peningkatan kualitas SDM di Indonesia.

Alhamdulillah, IIQ justru berkontribusi dalam hal tersebut. Menghasilkan ulama/sarjana Al-Qur’an yang mampu memberikan kontrinusi pemahaman Islam yang menyeluruh kepada umat.[10] Al-Qur’an selayaknya menjadi ruh dalam kehidupan kita. Al-Qur’an bukan hanya kitab ibadah dan Al-Quran bukan hanya untuk dibaca saat kita mau mencari pahala. Lebih dari sekedar menjelaskan berbagai aspek kehidupan dan penghidupan, Al-Qur’an bahkan memberikan penjelasan dan keterangan mengenai banyak hal yang jauh di luar jangkauan otak dan daya fikiran manusia yang terbatas. Tidak sedikit orang cerdas yang akhirnya tidak mengakui kewujudan tuhan, menjadi atheis, ketika akalnya dibiarkan mengembara, mencari jawaban mengenai hal-hal di luar batas kehidupan manusia dengan menggunakan kehidupan dan pola kehidupan di dunia sebagai tolak ukur atau acuannya. Tidak heran kalau mereka tersesat. Tidak heran kalau akal tidak akan menemui jawaban saat ditantang untuk mengukur sesuatu jauh di luar batas tools yang dijadikan sebagai alat pengukur. Namun hal tersebut hanya akan terjadi atas individu-individu yang tidak mempunyai pegangan yang dapat membawa kita kembali ke akidah, ke keimanan dan penyerahan bahwa apa yang kita ketahui perbandingannya bahkan lebih kecil dari setitis air di lautan apabila dibandingkan dengan ilmu dan kuasa Allah. Sudah tidak terbilang jumlah pembuktian yang ditawarkan science modern mengenai hal-hal yang justru sudah disampaikan dalam Al-Quran lebih dari 1400 tahun yang lalu. Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

 

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِين

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri”. [an-Nahl: 89]

Dan saat otak kita dengan segala keterbatasannya membawa atau membujuk kita ke arah hal-hal yang sudah diluar jangkauan akal kita untuk memikirkannya, kembali ke Al-Quran adalah pilihan yang paling tepat. Al-Qur’an memenuhi semua kebutuhan (hidup) manusia baik berupa aqidah, ibadah, hukum, mu’amalah, akhlaq, politik, ekonomi dan. permasalahan-permasalahan kehidupan lainnya, yang dibutuhkan oleh masyarakat.[11] Allah berfirman: مَّافَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَىْءٍ “Tiadalah Kami lupakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab”. [al-An’aam: 38] Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri”. [an-Nahl: 89]

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah berkumpul suatu kaum dalam suatu majlis kecuali turun pada mereka ketenangan dan diliputi oleh rahmat dan dikerumuni oleh malaikat dan Allah akan menyebutkan mereka di hadapan para malaikatnya”. [HR. Muslim].

Tantangan yang kita hadapi di era industri revolusi 4.0 merupakan tantangan yang juga sudah berevolusi. Apabila dulu berita merupakan sumber informasi yang hampir dapat dipastikan dapat dipercayai, di era revolusi industri 4.0 adalah sebaliknya. Siapa saja dapat menulis dan menyebarkan informasi apa pun baik itu akurat atau sesat; menguntungkan atau malah dapat merugikan. Dengan semakin maju konektifitas di dunia virtual, nilai kebenaran suatu berita bahkan logika sudah sangat berkurang nilainya. Kalau kita mengandaikan bawa setiap individu adalah sehelai kain putih, maka informasi yang tersedia saat ini seumpama air yang setiap hari membasahi kain tersebut. Dengan demikian pilihan informasi menjadi sangat penting. Ketika kita membaca dan turut menyebarkan informasi yang bersifat positif, en sha Allah diri dan karakter kita akan terus tumbuh secara positif ibarat kain putih yang berulang kali dicuci menggunakan air bersih. Namun apabila kita sembarang dalam memilih informasi, membiarkan informasi apa pun memasuki benak kita dan menguasai pemikiran kita tanpa membedakan apakah informasi tersebut bermanfaat atau sekedar informasi yang sia-sia bahkan bisa jadi menyesatkan, maka baik fikiran dan karakter kita pun akan terpengaruh dan dapat menjadi negatif seumpama kain putih yang berulang kali dibasuh dengan air kotor. Al Quran telah memberikan panduan mengenai apa yang sebaiknya kita lakukan saat berhadapan dengan situasi demikian:

 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. [Al Hujurat : 6].

Ma sha Allah, program-program yang ditawarkan di IIQ sudah tepat sasaran. Setiap bidang memberikan bekal dan akan menjadi persiapan yang diperlukan untuk kebutuhan IT – Iman dan Takwa. Ada fakultas Syariah yang dipadati dengan berbagai ilmu yang membimbing kita agar melangkah di jalan hidup yang diridhai Allah. Kemudian ada Ushuluddin dan dakwah yang telah membekalkan para wisudawati dengan ilmu dan pengetahuan yang akan membawa dan mengingatkan manusia kepada fundamental dan tujuan dari penciptaan yaitu untuk menyembah Allah – وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ – “dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (Adz Dzariyat: 56). Tarbiyah – entah apa yang akan terjadi dengan generasi penerus kita apabila tugas mendidik dan membina digantikan robot atau bentuk AI lainnya. Ada 3 jenis intelligence di mana ketiga-tiga hal berikut wajib ada untuk memastikan keseimbangan, yaitu: IQ (intelek), EQ (emosi) dan SQ (spiritual/agama). IQ anak boleh dapat di sekolah tapi hanya 20%, selebihnya EQ dan SQ yaitu 80% perlu kepada peranan orang tua, pembimbing, etc. Sungguh menyedihkan saat otak selalu diasah namun akhlak dan moral diabaikan. Tidak jarang di kalangan milenial lebih tahu selebriti korea daripada rukun iman atau rukun islam. Kemudian fakultas-fakultas lain yang tidak kalah pentingnya dalam pembangunan ekosistem IT – Iman dan Takwa – yang kokoh dan berkesinambungan seperti Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Hukum Ekonomi Syariah, Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam Anak Usia Dini.

Saat diri dan karakter kita sudah kita perkokoh dengan IT – Iman dan Takwa; setelah kita pastikan Al-Qur’an selalu ada untuk menjaga kita dalam setiap langkah yang kita tempuh, kita perlu menerima IT – Information Technology dengan terbuka. Kita perlu mengubah mindset kita. Jangan disebut atau dianggap sebagai disrupsi. Saat itu sudut pandang yang kita pilih, tidak mengherankan apabila kebijakan pemerintah justru menolak dan berusaha menghentikan hal tersebut. Blockchain technology adalah salah satu contoh di mana ada beberapa negara berusaha untuk membatasi hal tersebut sementara China’s Central Bank justru telah mengumumkan bahwa Cina akan segera memperkenalkan central bank digital currency. Justru setelah kita yakin mengenai IT yang utama, yaitu Iman dan Takwa, kita terima IT yang menjadi tulang punggung revolusi industri 4.0 yaitu Information and Technology. Kita manfaatkan sarana yang ada untuk mempertajam perjuangan dan pengokohan IT – Iman and Takwa – di kalangan umat Islam.

Last but not least, di hari yang berbahagia ini saya mengucapkan selamat kepada para wisudawan dan wisudawati yang akan segera mengamalkan ilmu yang telah dipelajari di IIQ ke masyarakat luas serta seluruh jajaran staf pengajar IIQ. Anda semua adalah orang yang paling baik. Hal ini ditegaskan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ – “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.” [HR. Bukhari]

 

Sekali lagi “congratulations” diiringi doa tulus agar Allah memberkahi setiap langkah kita dan meridhai segala ikhtiyar kita. Amin ya rabbal ‘Alamin.

 

وبالله التوفق والهدية والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

[1] Waschbusch, L dan Stark, A., “IoT Basics: What Does Industry 4.0 Mean?” 28 June 2019.

[2] Source: Vogel Communications Group

[3] https://kemenperin.go.id/artikel/19169/Pemerintah-Keluarkan-10-Jurus-Jitu-Hadapi-Rewvolusi-Industri-4.0

[4] Ibid.

[5] Jumlah penduduk Indonesia pada 2018 mencapai 265 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 131,88 juta jiwa berjenis kelamin perempuan atau sekitar 49,7% dari total penduduk di Indonesia. Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional, dan United Nations Population Fund.

[6] Sindoweekly no 24 tahun VIII, 12-18 Agustus 2019, halaman 13.

[7] “Pemerintah siap wujudkan komitmen untuk SDM Unggul Indonesia Maju”, Rabu, 7 Agustus 2019, Antaranews.com.

[8] Hal ini mengingat berdasarkan jenis kelamin, terdapat perbedaan signifikan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) antara laki-laki dan perempuan. Pada Februari 2018, TPAK laki-laki sebesar 83,01% sedangkan TPAK perempuan hanya sebesar 55,44%. Sumber: BPS.

[9] Hal ini mengingat berdasarkan jenis kelamin, terdapat perbedaan signifikan rata-rata upah sebulan antara buruh laki-laki dan perempuan. Rata-rata upah buru laki-laki selalu lebih tinggi daripada perempuan di setiap jenjang pendidikan yang ditamatkan. Selisih terbesar terdapat pada buruh dengan tingkat pendidikan universitas di mana selisih rata-rata upah buruh laki-laki mencapai hampir 50% di atas rata-rata upah buruh perempuan. Sumber: BPS.

[10] https://iiq.ac.id/SEJARAH-IIQ

[11] https://almanhaj.or.id/2824-keistimewaan-keistimewaan-al-quran.html

 

Dr Hurriyah El Islamy, LLB (Hons), MCL, PhD

Badan Pelaksana, Badan Pengelola Keuangan Haji Member of Advisory Council on Islamic Finance, Astana International Financial Center IMF Expert in Islamic Banking and Islamic Capital Markets FAA Assesor

ORASI ILMIAH

WISUDA PROGRAM S1 XX DAN S2 XIII

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)

TAHUN 2019

DAN

DIES NATALIS IIQ YANG KE-42 TAHUN