Seminar Sehari Tabayyun Beberapa Persoalan Keagamaan

Ciputat Kamis, 26/02/14,Institut Ilmu al-Quran (IIQ) Jakarta bekerjasama dengan Institut Studi IslamDarussalam (ISID) Gontor menyelenggarakan Seminar Sehari dengan tema œTabayyunBeberapa Persoalan Keagamaan.

Seminar yang berlokasi di AulaIIQ Jakarta ini menghadirkan tiga pemakalah dari ISID Gontor, sementara hadir pembandingadalah rektor IIQ sendiri, Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad MA.

œTujuan penyenggaraan seminarsehari ini adalah sebagai forum ilmiah juga sekaligus ajang silaturahimdemikian disampaikan rektor IIQ, dalam sambutan pembukaannya. Sementara itu,dalam sambutannya, Dr. Abdul Hafizh MA, menyatakan bahwa tiga narasumber dariISID adalah para peserta Program Kader Ulama (PKU) yang disenggarakan ataskerjasama ISID Gontor dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). œSetelah 6 bulandigodok, kini mereka mncoba mempersentasikan makalah tugas akhirnya di beberapakampus di Indonesia, salah satunya adalah di IIQ Jakarta. Karena itu pihak ISIDGontor menyatakan rasa trimakasihnya kepada IIQ Jakarta, yang sudah maubekerjasama dan menyambut dengan baik, jelas Hafizh.

Pemakalahpertama, Heri Mahfuzhi Lc., memperentasikan makalah tentang œKontroversi Bidah.Dalam kalimat pembukanya Heri mengatakan: œSelama ini umat resah dengan adanyakelompok yang anti bidah. Kelompok anti bidah ini memicu klompok pro bidahbereaksi. Karena memang tema mengenai bidah ini adalah tema yang  rawan memicu konflik di masyarakat. Karena itusaya sepakat akan tema seminar kali ini yaitu œTabayyun, karena memang makalahsaya berisi ajakan agar umat tidak terjebak pada bidah membidahkan.

Lebihjauh ia mengatakan, selama ini sebenarnya seluruh umat Islam sepakat akan bidahsayyiah itu jelek, tetapi untuk bidah hasanah, sebagian ulama berpandanganbahwa bidah hasanah itu ada, sebagian menyatakan kalau hasanah, namanya bukanbidah. Kelompok yang menyatakan adanya bidah hasanah, sebagaimana Imam Syafii,menyatakan bahwa bidah itu ada dua, bidah sayyiah dan bidah hasanah. Bidahhasanah adalah bidah yang sesuai dengan petunjuk al-Quran, Hadits dan Syara,sementara bidah sayyiah adalah sebaliknya. Sementara kelompok yang tidaksetuju dengan bidah hasanah, seperti keompok Wahabi, sesungguhnya hanya tidaksetuju dari sisi lafazh saja. Karena kelompok ini menyatakan bahwa kalau sesuaidengan syara, Quran dan Hadits berarti tidak bisa disebut bidah, meski tidakada pada zaman Nabi. Perbedaan pandangan ulama mengenai bidah hasanah itu ada atautidak, itu bukan perbedaan hakiki, tetapi perbedaan lafzhy belaka. Karena yangsetuju bidah hasanah juga menyatakan harus sesuai syariat, dan yang tidak setujuadanya bidah hasanah, juga lebih karena tidak mau menerima istilah bidahhasanah untuk hal-hal baru yang baik sesuai al-Quran, Hadits dan Syara. œKarenaini itu saya menghimbau agar soal bidah ini jangan dibesar-besarka, karena prodan kontra itu hanya khilaf lafzhy, perbedaan istilahbelaka,kata pemakalah penuh semangat

Sementaraitu pemakah kedua dan ketiga, Mujib Abdurrahman Lc dan Luqman Hakim S. Pdi,berturut-turut mebawakan makalah yang bertema œKritik Aplikasi HermeneutikaPaulo Recour dalam Tafsir al-Quran: L Ikrha fi al-dîn yang dilakukanMunim Sirry dan œKritik tafsir Feminisme.

Ratusanpeserta yang hadir, dari IIQ, PTIQ dan kampus lainnya, nampak antusias mengikutiacara. Ketika selesai sessi presentasi dan beranjak ke sessi diskusi, beberapapeserta Nampak bersemangat bertanya dan mengemukakan pendapatnya. Di antaranya,Mayada Hanawi, alumni S1 IIQ, yang sekarang menjadi mahasiswi Pascasarjana PTIQmelontarkan pertanyaan ke pemakalah yang mengkritik feminism. Mayada di antarabertanya: œBagaimana dengan beberapa di Bali yang perempuanya pencari nafkah?.Salah seorang peserta laki-laki dari PTIQ juga bertanya: œApakah imam sholatharus laki-laki terus, bila kondisinya tidak ada laki-laki yang secara keilmuandan kelayakan lainnya tidak ada, dan yang ada hanya perempuan?. SedangkanUlfatul Maghfuro diantaranya menanyakan tentang œApakah hermeneutikaFazlurrahaman bias diaplikasikan untuk menafsirkan al-Quran? Pertanyaan-pertanyaantersebut satu persatu dijawab oleh para pemakalah.

Ahsin:Bidah Membidahkan itu Buang-Buang Energi

Sebagaipembanding, Dr. Ahsin Sakho Muhammad MA, menyampaikan bahwa dalam amar marufnahi munkar, mestinya tema bidah itu tidak perlu dikedepankan. Selain karenaini adalah tema yang sudah lama menjadi kontroversi di kalangan ulama, jugapermasalahan umat yang lebih penting masih banyak. Potensi dan energi umat Islamjangan sampai dibuang-buang hanya untuk membahas bidah ini saja, masih banyakpersoalan lain yang lebih penting. Persoalan kemiskinan umat, keterpurukankehidupan umat Islam dari berbagai sisinya dan masihbanyak hal penting utnukdibahas.

Seminar yang mulai pkl. 14.30 iniberlangsung hangat dan seru. Di akhiri dengan pemeberian cindera mata danfoto-foto bersama. (Ali Mursyid)