Bersama Universitas Malaya dan DSN-MUI, IIQ Jakarta Kupas Tuntas Strategi Ekonomi Syariah di Masa Pandemi Covid-19

Pandemi covid-19 telah berdampak sangat luas terhadap perekonomian global, tak terkecuali ekonomi syariah. Pertumbuhan ekonomi syariah yang sebelum masa pandemic masih cukup lambat, semakin tertekan dengan datangnya virus yang melumpuhkan hampir sebagian besar aktifitas ekonomi masyarakat. Dalam situasi seperti ini, para stake holder ekonomi syariah dituntut untuk memainkan strategi yang tepat agar ekonomi syariah dapat tetap stabil. Untuk membahas bagaimana strategi tersebut dapat diciptakan, Program Studi Huku Ekonomi Syariah Program Pascasarjana IIQ Jakarta menggelar Seminar Daring Internasional dengan tajuk “Economic Situation During Pandemic Covid-19: The Development Strategies from Islamic Economic Perspective”. Seminar tersebut berlangsung selama dua hari, 28-29 Juli 2020.

Dr. Shahid, dosen dan pakar ekonomi syariah Universitas Malaya, Malaysia, sebagai pembicara utama di hari pertama, menawarkan beberapa strategi, diantaranya: optimalisasi teknologi digital. Ia menyarankan agar semua bank syariah dapat segera beralih dari transaksi konvensional ke transaksi digital berbasis aplikasi, seperti mobile banking. Dalam suasana pandemic sekarang ini, nasabah tentu akan mencari bank yang dapat menghadirkan pelayanan tanpa tatap muka, karena khawatir tertular virus corona. Selain itu, pembatasan aktifitas juga membuat orang semakin malas atau takut pergi ke bank untuk memenuhi berbagai kebutuhan financial. Tidak ada jalan lain bagi kondisi ini kecuali teknologi digital yang mampu menghadirkan kemudahan sekaligus rasa aman dan nyaman bagi nasabah.

Endi M Astiwara sebagai pembicara selanjutnya, menjabarkan strategi ekonomi syariah dalam konsep 3R: Reborn, Reboot, Rebound. Reboot berarti membangun kembali image dan branding, Reboot bermakna melakukan inovasi model bisnis, dan Rebund bermakna merekonstruksi valuasi asset. Inti dari 3R tersebut bahwa lembaga yang bergelut di bidang ekonomi harus berani melakukan berbagai langkah inovasi dan perubahan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan akibat pandemic.

Sementara itu, Dr. Ummi Khusnul Khatimah menawarkan sebuah strategi dari prespektif zakat, di mana Negara harus lebih progresif lagi dalam pelaksanaan Undang-Undang Zakat, misalnya dengan menerapkan punishmen berupa denda atau pidana bagi yang menolak membayar zakat. Upaya ini ditempuh agar pemanfaatan zakat lebih optimal. Optimalisasi zakat akan sangat membantu perekonomian Negara di masa pandemic.

Hendra Khalid, sebagai pembicara terakhir di hari pertama memberikan sebuah strategi dengan meningkatkan wakaf uang (waqf an-nuqud). Pemerintah melalui MUI perlu mengarus-utamakan gerakan wakaf uang, khususnya di masa pandemic. Kegiatan wakaf secara massif diyakini akan mampu menggerakkan ekonomi umat dan menopang pertumbuhan ekonomi syariah.

Pada hari kedua, Dr Oni Syahroni menjabarkan srategi dari perspektif regulator, menurutnya, DSN-MUI diharapkan dapat membuat terobosan terkait perangkat aturan ekonomi syariah dengan mengeksplorasi keluasan dan keluwesan fiqh. Hampir semua hukum fiqh muamalah tidak ada yang hanya memiliki ‘qoulun wahidun (pendapat tunggal)’, minimal pasti memiliki dua pendapat. Dengan keluwesan hukum fiqh tersebut, diharapkan lembaga ekonomi syariah dapat melakukan inovasi yang membuat ekonomi syariah semakin dilirik calon nasabah.

 

Dr. Daud Arif Khan, pembicara selanjutnya, memaparkan peluang inovasi ekonomi syariah pada aspek halal life style, diantaranya dengan menggiatkan halal tourism. Pariwisata halal yang secara natural sudah mengatur berbagai pembatasan sesuai ajaran agama, dipandang sangat linier dengan kebijakan pemerintah terkait social distancing, sehingga mestinya pariwisata halal tidak terdampak dengan covid-19.

Dr. Syarif Hidaytullah dan Dr. Hidayat sebagai dua pembicara terakhir, sama-sama menekankan pentingnya penegakan aturan agama dan Negara terkait ekonomi syariah selama masa pandemic. Berbagai inovasi dan pengembangan produk ekonomi syariah seogyanya tidak kemudian menabrak aturan, sebab aturan dibuat untuk mengantisipasi munculnya konflik di antara pelaku ekonomi syariah. Sebab jika konflik berskala besar terjadi justru akan menghambat pertumbuhan ekonomi syariah.